Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Kejang



ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
“Disusun untuk memenuhi tuhas mata kuliah Keperawatan Anak”
politeknik kesehatan kemenkles semarang.jpg
Disusun Oleh:

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN MAGELANG
2014/2015

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah “ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM  ini dapat terselesaikan pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada
1.      A. Triwarsono, S.ST.  yang mengampu Mata Kuliah Keperawatan Anak,
2.      Rekan–rekan dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan dorongan sehingga terwujud makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah lebih lanjut.
Akhir kata, semoga apa yang telah kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
B.  Tujuan
1.   Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.
1.      Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a.       Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b.      Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c.       Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d.      Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e.       Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f.       Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g.      Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h.      Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.














BAB II
LANDASAN TEORI

A.  DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
B.     ETIOLOGI
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
1.   Faktor predisposisi :
a.   Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
b.   Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
2.    Faktor presipitasi
a.   Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
b.   Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
c.   Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
C.  PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NAmelalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.


D.    Gejala klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
E.   Komplikasi
1.   Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
2.      Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis
3.      Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit)
4.      Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
5.   Kematian
F.   Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Elektrolit
Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada  aktivitaskejang
b.      Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
c.       Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
d.      Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
e.       Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
1)      Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi
2)      Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
a)      Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.
b)      Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).
c)      Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
2.      EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks
3.      CT  Scan
Tidak  dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
4.   Pemeriksaan Radiologis
a.   Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial
b.   Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis
c.   Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan    atau peregangan.
G.  Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1.      Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2.      Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap.
3.      Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a.   Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
b.   Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut;
1)   Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya.
2)   Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
3)   Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
4)   Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam.
H.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul:
1.      Hipertermi b/d adanya proses infeksi
2.      Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
3.      Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
5.      Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
6.      Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2\
I.         PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.      Hipertermi b/d adanya proses infeksi
HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
a.         Kaji penyebab hipertermi
R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik
b.         Observasi TTV
R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.
c.         Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak
R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat  sehinga evaporasi meningkat dengan cepat
d.        Beri minum sedikit-sedikit tapi sering
R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh
e.         Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi
f.          Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
2.      Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi
a.       Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah  tergigit)
b.      Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban
R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit
c.       Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung
d.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan
R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan
3.      Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
HYD : mempertahankan pola napas efektif
Intervensi:
a.       Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
R/ menurunkan resiko aspirasi atau  masuknya suatu benda asing ke faring.
b.      Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
c.       Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan
R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir
d.      Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi.
R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun
4.      Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi
Intervensi:
a.       Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif
b.      Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya
c.       Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK
d.      Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan
R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
e.       Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil
R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien.
f.       Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien.
R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien.
5.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi
Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :
a.       Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien
R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan.
b.      Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan.
c.       Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat.
d.      Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan.
e.       Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin





DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan congenital dislocation of the hip

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Fraktur

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Marasmus