Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Kejang
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
“Disusun untuk
memenuhi tuhas mata kuliah Keperawatan Anak”
Disusun Oleh:
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN MAGELANG
2014/2015
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah
kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah “ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM ini dapat terselesaikan pada waktunya, makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini tidak akan terwujud
tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan
rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada
1.
A.
Triwarsono, S.ST. yang mengampu Mata Kuliah Keperawatan
Anak,
2.
Rekan–rekan dan semua pihak yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan dorongan
sehingga terwujud makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah lebih lanjut.
Akhir kata, semoga apa yang telah
kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari
penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah
mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di
jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu
Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan
2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi
kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang
berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh
infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam
keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak
akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5
menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang
ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya
kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera,
resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang
yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Hemiparesis biasanya terjadi pada
penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik
bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang
terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam,
hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
Dengan melihat latar belakang
tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan
penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu
diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di
rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu
anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang
demam pada anak.
1.
Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a.
Definisi penyakit kejang demam pada
anak.
b.
Etiologi penyakit kejang demam pada
anak
c.
Manifestasi klinik penyakit kejang
demam pada anak .
d.
Patofisiologi penyakit kejang demam
pada anak.
e.
Komplikasi penyakit kejang demam
pada anak.
f.
Pemeriksaan diagnostik penyakit
kejang demam pada anak .
g.
Penatalaksanaan penyakit kejang
demam pada anak.
h.
Asuhan keperawatan yang harus
diberikan pada klien dengan kejang demam.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995).
Kejang demam adalah terbebasnya
sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan
kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and
Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
B.
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam yang sering
ditemukan adalah :
1. Faktor predisposisi :
a. Keturunan, orang tua yang memiliki
riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
b. Umur, (lebih sering pada umur < 5
tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami
perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
2. Faktor
presipitasi
a. Adanaya proses infeksi ekstrakranium
oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media
akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
b. Ketidak seimbangan ion yang mengubah
keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia,
hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
c. Kejang demam yang disebabkan oleh
kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat
menyebabkan kerusakan otak.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan
baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu
adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon
dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion
Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena
itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar
sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena
itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam
singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang
yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
D.
Gejala klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada
bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan
cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik.
E. Komplikasi
1. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada
daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
2.
Retardasi mental
Terjadi pada
pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau
kelainan neurologis
3.
Hemiparese
Biasanya
terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30
menit)
4.
Gagal pernapasan
Akibat dari
ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
5. Kematian
F. Pemeriksaan
Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Elektrolit
Tidak
seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitaskejang
b.
Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
c.
Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 – 50
mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
d.
Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16
g/dl )
e.
Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan
cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat
mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
1)
Pada kejang demam tidak terdapat
gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi
2)
Pada kejang oleh infeksi pada otak
ditemukan :
a)
Warna cairan cerebrospinal :
berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.
b)
Jumlah cairan dalam cerebrospinal
menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih
tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).
c)
Perubahan biokimia : kadar Kalium
menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
2.
EEG (electroencephalography)
EEG
merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang
utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu
setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana,
gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang
demam kompleks
3.
CT Scan
Tidak dianjurkan
pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto tengkorak diperhatikan simetris
tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial
b. Pneumonsefalografi dan
ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran
sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat
diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis
c. Arteriografi untuk melihat keadaan
pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau
peregangan.
G. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu
dikerjakan yaitu :
1.
Pengobatan Fase Akut
Seringkali
kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air
dan pemberian antipiretik.
Obat yang
paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau
10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15
menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal
10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang
berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1
bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat
jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan
dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat
diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis
total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan
kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan
fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah
dosis awal.
2.
Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab
dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian
antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya
dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di
dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang
demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan
darah lengkap.
3.
Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a. Pengobatan profilaksis intermiten:
untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau
pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian
antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam
intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC
atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan
7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5
mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
b. Pengobatan profilaksis jangka
panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada
penderita yang menunjukkan hal berikut;
1) Sebelum kejang demam penderita sudah
ada kelainan neurologis atau perkembangannya.
2) Kejang demam lebih dari 15 menit,
fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
3) Riwayat epilepsi pada orang tua atau
saudara kandung
4) Kejang demam pada bayi atau kejang
multipel pada satu episode demam.
H. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa yang
mungkin muncul:
1.
Hipertermi b/d adanya proses infeksi
2.
Resiko tinggi cedera fisik b/d
aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
3.
Resiko tinggi pola nafas tidak
efektif b/d penurunan neuromuscular
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
5.
Resiko tinggi perubahan volume
cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
6.
Resiko tinggi gangguan perfusi
jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2\
I.
PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.
Hipertermi b/d adanya proses infeksi
HYD: suhu normal 36oC –
37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
a.
Kaji penyebab hipertermi
R/ hipertermi merupakan salah satu
gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara
sistematik
b.
Observasi TTV
R/ pada klien hipertermi terjadi
kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana
metabolisma tubuh meningkat.
c.
Beri kompres hangat pada bagian dahi
atau ketiak
R/ daerah dahi dan aksila merupakan
jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh
darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul
cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat
d.
Beri minum sedikit-sedikit tapi
sering
R/ untuk mengganti cairan yang hilang
dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh
e.
Pakaikan pakaian yang tipis yang
dapat menyerap keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu
mempercepat proses evaporasi
f.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antipiretik
2.
Resiko tinggi cedera fisik b/d
aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
HYD: lidah
tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi
a.
Jelaskan pada keluarga akibat-akibat
yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat
sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang
(lidah tergigit)
b.
Sediakan spatel lidah yang telah
dibungkur gaas verban
R/ sptel llidah digunakan untuk
menahan lidah jjika tergigit
c.
Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung
d.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti konvulsan
R/ obat anti konvulsan sebagai
pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan
motorik yang berlebihan
3.
Resiko tinggi pola nafas tidak
efektif b/d penurunan neuromuscular
HYD : mempertahankan
pola napas efektif
Intervensi:
a.
Anjurkan pasien mengosongkan mulut
dari benda atau zat tertentu
R/ menurunkan resiko aspirasi
atau masuknya suatu benda asing ke faring.
b.
Letakkan pasien pada posisi miring
dan permukaan datar
R/ mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan napas
c.
Masukkan spatel lidah/jalan napas
buatan
R/ mencegah tejatuhnya lidah dan
memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir
d.
Kolabori dalm pemberian oksigen
sesuai indikasi.
R/ menurunkan hipoksia serebral
sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun
4.
Resiko tinggi gangguan perfusi
jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
HYD:
gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi
Intervensi:
a.
Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi
jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala
neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan
bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif
b.
Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk
mnegetahui tindakan selanjutnya
c.
Pertahankan leher atau kepala pada
posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi
akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya
meningkatkan TIK
d.
Berikan waktu istirahat diantara
aktifitas keperawatan yang dilakukan
R/ aktifitas yang dilakukan terus
menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
e.
Catat adanya refleks-refleks
menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil
R/ penurunan refleks menandakan
adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat
berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien.
f.
Anjurkan orang terdekat (keluarga)
untuk berbicara dengan pasien.
R/ ungkapan keluarga yang
menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien.
5.
Kecemasan orang tua berhubungan
dengan dampak hospitalisasi
Hasil yang
diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :
a.
Kaji persepsi orang tua terhadap
penyakit klien
R/ persepsi yang positif dalm
membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan.
b.
Beri sopport pada keluargaa bahwa
klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan
serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan.
c.
Berikan kesempatan mengungkapakan
perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis
dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat.
d.
Beri informasi tentang cara
mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya
dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan
orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan.
e.
Anjurkan kepada keluarga untuk
selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada
Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan
dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu
rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas
akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah
kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1
menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi
para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar
hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang
demam dapat dicegah sedini mungkin
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11.
Jakarta: Infomedika
Komentar
Posting Komentar