Asuhan Keperawatan pada Anak dengan congenital dislocation of the hip



MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
Congenital Dislocation Of The Hip (CDH)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak






POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2013/2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan immobilisasi pada penderita Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melihat lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan kemperawatan secara komprehensif.

B. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang penyakit pada sistem musculoskeletal
2.      Untuk mendapatkan informasi tentang asuhan keperawatan pada gangguan sistem musculoskeletal khususnya pada kasus CDH.
3.      Sebagai penugasan pada mata muliah Keperawatan anak









BAB II
TINJAUAN KONSEP

A.    DEFINISI

Congenital Dislocation Of The Hip (CDH) adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran, Kondisi ini mengacu pada malformasi sendi pinggul selama perkembangan janin.
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir.Congenital dislocatoin of hip terjadi dengan kejadian 1,5 per 1.000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki.penyebab hal ini belum diketahui tapi diduga melibatkan faktor genetik.

B.     ETIOLOGI

Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memiliki kelainan bawaan. 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.

1.      Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.
2.      Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
3.      Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.

Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
4.       Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.

Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan tentang Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:
a. Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-Y pada titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul, sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab) menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / - 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular pada garis-Y. Nilai normal dari sudut ini berkisar antara 25 derajat hingga 29 derajat. Garis Shenton-Menard adalah busur berjalan melalui aspek medial leher femoralis di perbatasan unggul foramen obturatorius.. Harus halus dan tak terputus.
b.Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi paling lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher kaku modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah. Munculnya salah satu dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan subluksasi atau dislokasi pinggul.
c. The Rosen von Andren-line,, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang femoralis. Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum tersebut.
d.                        Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas tulang belakang anteorsuperior iliaka.
                                                                                     



C.   MANIFESTASI KLINIK

1. Bayi
a.       Kemungkinan tidak ada bukti gejala karena bayi dapat mengalami kesalahan tempat femur minimal
b.      Lipatan gluteal yang tidak sejajar (posisi pronasi)
c.       Pemendekan ekstremitas pada tempat yang terkena
d.      Abduksi terbatas pada pinggul sisi yang terkena
e.       Adanya tanda-tanda Galeazzi
f.       Temuan positif saat dilakukan Manuver Barlow
g.      Temuan positif saat dilakukan maneuver ortolani

2. Toddler dan anak yang lebih tua
a.       Gaya berjalan seperti bebek (dislokasi pinggul bilateral)
b.      Peningkatan lordosis lumbal (punggung cekung) saat berdiri (dislokasi pinggul bilateral)
c.       Tungkai yang terkena lebih pendek dari yang lain
d.      Temuan positif pada uji trendeelenburg
e.       Pincang.

D.  PATOFISIOLOGI

Dysplasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip, DDH),atau congenital dislocation of the hip, merupakan ketidaknormalan perkembangan antara kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput femur) dan mangkuk (asetabulum) sendi yang memberikan gerakan dan stabilitas pinggul. Terdapat tiga pola dalam CDH :
1.      Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal )- keterlambatan dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap dalam asetabulum ;
2.      Subluksasi – dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak sepenuhnya keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial ; dan
3.      Dislokasi – pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.









E.   PENATALAKSANAAN

Penanganan bervariasi sesuai keparahan manifestasi klinis, usia anak, dan tingkat dysplasia. Jika dislokasi terkoreksi pada pada beberapa hari pertama sampai beberapa minggu kehidupan, kesempatan untuk berkembangnya pinggul normal akan lebih besar. Selama periode neonatal, pengaturan posisi dan mempertahankan pinggul tetap fleksi dan abduksi dapat dicapai dengan menggunakan alat bantu pengoreksi. Antara usia 6 dan 18 bulan, traksi digunakan diikuti dengan imobilisasi gips. Jika jaringan lunak menghalangi dan menyulitkan penurunan dan perkembangan sendi, dilakukan reduksi tertutup maupun terbuka (bergantung pada apakah ada atau tidak kontraktur otot-otot adductor dan kesalahan letak kaput femur yang terjadi) dan gips spika pinggul di pasang

F.    KOMPLIKASI

1.      Displasia asetabular persisten
2.      Dislokasi berulang
3.      Nekrosis avaskular iatrogenic pada kaput femur

G.  INSIDEN

1.      CDH terjadi pada 1 atau 1,2 dari 100 kelahiran hidup
2.      Di Amerika serikat, sekitar 38.900 sampai 46.000 bayi terkena setiap tahun.
3.      Rasio wanita/pria adalah 6 : 1
4.      Insidens meningkat dengan adanya presentasi bokong.
5.      Peningkatan insidens terbukti  diantara saudara kandung anak yang terinfeksi
6.      Bila hanya 1 pinggul yang terkena, pinggul kiri lebih sering terkena dari pada pinggul kanan
7.      Sering ada hubungannya  dengan ketidaknormalan muskuluskeletal dan renal congenital lain.
8.      Peningkatan insidens terlihat diantara kultur  yang membedung  bayi terlalu rapat dan mengikat bayi pada papan ayunan selama bulan-bulan awal kehidupan.
9.      Ada hubungan antara CDH dan perkembangan arthritis pinggul sekunder pada awal masa dewasa.










H.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3) Pemeriksaan radiografi pelvis anteroposterior dan lauenstein lateral didapatkan (kaji tingkat kesalahan letak atau dislokasi femur ; tidak berguna pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan).

















BAB III
ASKEP TEORITIS

A.      PENGKAJIAN

1.      Pengkajian muskuloskeletal
a. Fungsi motorik kasar
1)      Ukuran otot : adanya atrofi atau hipertrofi otot ; kesimetrisan massa otot
2)      Tonus otot : spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas
3)      Kekuatan
4)      Gerakan abnormal : tremor, distonia, atetosis
b. Fungsi motorik halus
1)      Manipulasi mainan
2)      Menggambar
c. Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit – jari
d. Pengendalian postur
1)      Mempertahankan posisi tegak
2)      Adanya ataksia
3)      Bergoyang-goyang
e. Persendian
1)      Rentang gerak
2)      Kontraktur
3)      Kemerahan, edema, nyeri
4)      Tonjolan abnormal
f. Tulang belakang
1)      Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis
2)      Adanya lesung pilonidal
g. Pinggul
1)      Abduksi
2)      Adduksi
2.      Criteria pengkajian
a. Maneuver ortolani
b. Maneuver barlow
c. Tanda galeazzi
d. Uji trendelenburg
3.      Kaji tanda – tanda iritasi kulit
4.      Kaji respon anak terhadap traksi dan imobilisasi dengan adanya gips spika.
5.      Kaji tingkat perkembangan anak
6.      Kaji kemampuan pasien untuk mengelola perawatan gips spika di rumah.



B.       DIAGNOSA

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
3. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

C.       RENCANA TINDAKAN

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
a.       Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala Nyeri
b.      Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
c.       Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh
d.      Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghiangkan rasa nyeri

2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
Tujuan :  Klien dapat bergerak bebas
Criteria hasil : Klien dapat bergerak bebas
a.       Kaji tingkat mobilisasi klien
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya
b.      Beri latihan ROM
Rasional : Memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang berkurang karena proses penyakit atau kecelakaan
c.       Anjurkan alat bantu jika dibutuhkan
Rasional : membantu dalam melakukan suatu hal

3.      Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
Tujuan : Masalah klien teratasi
Criteria hasil : Klien dapat menungkapkan masalahnya
a.       Kaji konsep diri
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya
b.      Bantu klien mengungkapkan masalahnya
Rasional : Memberikan minat dan perhatian serta memperbaiki kesalahan konsep
c.       Berikan dukungan spiritual kepada klien
Rasional : Agar klien tetap bersemangat dan tidak berputus asa terhadap perubahan status kesehatannya

D.      EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1.      Pinggul bayi atau anak akan tetap pada posisi yang diharapkan
2.      Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan
Orang tua akan mendemonstrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi alat bantu pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.






















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      CDH adalah deformitas ortopedik yang didapat sebelum atau saat kelahiran, kondisi ini mengacu pada malformasi sendi panggul selama perkembangan janin.
2.       Etiologi dari CDH yaitu 1.teratogenik; 2.gizi; 3.faktor fisik pada rahim; 4.faktor genetic dan kromosom.
3.      Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG, pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen,scan tulang, tomogram, CT scan/MRI.
4.      CDH  terjadi dengan kejadian 1,5 per 1000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan disbanding anak laki-laki.kelainan yang sering dijumpai pada 1.anak pertama; 2.anak perempuan; 3.riwayat dislokasi pada keluarga; 4.bayi dalam letak bokong.
B.     Saran
Agar para ibu menjaga gizi pada saat masa kehamilan .Salah satu yang paling penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Hindari factor-faktor yang dapat menyebabkan CDH misalnya sinar rontgen, radiasi, dan penggunaan obat-obatan.















DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn dan Linda A.Sowden. 2009 . Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi      5.Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta EGC.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC

Erika, Kadek Ayu, dkk. 2008. Keperawatan Anak. Makasar : SIK UNHAS








LAMPIRAN



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Fraktur

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Marasmus